Dr.Frida Kusumastuti,M.Si, berfoto bersama dosen-dosen Prodi Ilmu Komunikasi usai pengukuhan sebagai doktor
Topik riset Frida memang tidak jauh-jauh dari hal yang ia sendiri alami dalam kehidupannya. Ia meneliti tentang tindakan komunikatif orang tua dalam menangani anak autis. Sebagai salah satu aktivisSahabat Autisma Malang (SAMA), sebuah komunitas support grup untuk keluarga dengan autisme, Frida memang sangat menguasai topik ini. Sebab putra pertamanya, WRL, yang kini berusia 22 tahun adalah seorang penyandang autisme non verbal. “Ketika saya meneliti lima subjek keluarga dengan anak autis, ada empat keluarga yang bisa menerima diagnosa dokter terkait autisme putranya, dan ada satu keluarga yang awalnya menolak atau denial. Namun penolakan yang paling kuat justru penolakan dari masyarakat. Hal ini yang menurut saya kita perlu menguatkan kompetensi komunikasi para orang tua khususnya para ibu dalam menceritakan autisme,”ungkapnya.
Dalam penelitian tersebut, Frida menemukan celah dalam konsep tindakan komunikatif Jurgen Habermas. Ia menemukan tambahan ruang komunikatif yang tidak dipertimbangkan Habermas. Bukan hanya di ruang publik (media massa, sosial media) melainkan juga di ruang privat, misal melalui sedekah kepada orang miskin, dhuafa dan terpinggirkan. Melalui ruang privat itu, para ibu memiliki misi mengkomunikasikan kepada masyarakat bahwa anak autis adalah anak berkebutuhan khusus yang layak dipahami perbedaannya. Ia juga mengkritisi konsepsi Jurgen Habermas yang mengedepankan hubungan rasional, komunikasi dua arah dan bersifat setara. Para ibu ternyata cenderung memposisikan diri sebagai “orang yang belajar” ketika berhadapan dengan system kepakaran,walau sebenarnya para ibu tersebut meyakini pengetahuan subyektifnya sangat relevan dengan karakter kebutuhan anak autisnya.
Frida mengakui ketertarikannya pada topik autisme ini tidak lepas dari perjuangan keluarganya membesarkan putra pertamanya, WRL yang didiagnosis menyandang autisme sejak usia dua tahun. “Anak saya, adalah inspirasi saya meneliti topik ini. Membesarkan anak autis, apalagi anak autis non verbal seperti dia benar-benar memberikan kami ilmu yang luas,”ungkapnya. Putra sulungnya pula yang menginspirasi Frida menerbitkan dua buah buku, yang berjudul Kekuatan di Balik Autisma dan Belajar Sebagai Manusia. Kedua buku tersebut ia tulis dalam bahasa populer yang cair dan menarik. “Buku-buku tersebut menceritakan interaksi saya bersama anak, keluarga, dan masyarakat. Semoga bisa memberikan manfaat khususnya untuk para keluarga penyandang autisme dan masyarakat luas,”jelasnya. (wnd)