• komunikasi.umm.ac.id

Kolaborasi Lintas Negara, Mahasiswa Komunikasi UMM Rancang Projek Inovatif Penggunaan AI

Sabtu, 16 November 2024 14:57 WIB

 

Mahasiswa Program Studi Komunikasi Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) kembali berkiprah di level internasional. Kali ini mereka mengambil bagian dalam International Communication Competition (ICC) 2024. Sejak ICC pertama tahun 2022, UMM tidak pernah absen. Event kolaboratif antar kampus antar negara ini ditutup kemarin, Jumat (15/11/2024).

Delapan mahasiswa Komunikasi UMM berperan sebagai peserta kompetisi perancangan projek inovatif bertema “Highlighting the Good Side of AI”. Bersama mahasiswa dari kampus Binus Jakarta, UiTM Melaka Malaysia, University Santo Tomas Filipina, UIN Sunan Kalijaga Surabaya, dan Father Saturnino Urios University Filipina, mereka menyusun strategi kreatif dalam memberdayakan masyarakat melalui kecerdasan buatan.

Delegasi UMM terdiri dari Ramadhani Nurwijayanto, Roro Shinta Syuga Rimbani, Eka Sigit Permana, Nastiti Tertia Widyadhana, Marco Trisna Omar Farrasy, Lollyta Anjanarko, Della Puspita Syahputri, serta Elma Bilqis Zahrani. Mereka diseleksi oleh prodi berdasarkan kemampuan bahasa Inggris, penguasaan materi tentang AI dan keterampilan komunikasi kolaboratifnya.

“Kami punya kelas khusus berpengantar Bahasa Inggris yang merupakan rintisan kelas internasional sejak tiga tahun lalu. Tentu saja dari kelas lain juga terbuka untuk ikut kompetisi ini. Kebetulan sebagian besar peserta dari kelas tersebut,” terang kaprodi Komunikasi UMM, Nasrullah. 

Seperti tahun-tahun sebelumnya, UMM selalu memberikan kemenangan kepada timnya. Baik di first, second maupun third winner, selalu ada perwakilan UMM. Ramadhani Nurwijayanto ikut dalam tim juara I, Roro Shinta masuk di tim juara II, serta Eka Sigit dan Nastiti berkontribusi pada tim juara III. 

Mekanisme kompetisi daam ICC mengharuskan mahasiswa berkolaborasi antar kampus antar negara. Berkolaborasi dengan mahasiswa internasional tak membuat Eka Sigit, peraih third winner bersama Nastiti, minder. Ia sangat percaya diri dengan apa yang telah dipelajarinya di prodi yang sudah terakreditasi internasional FIBAA tersebut.

“Temanku dari Filipina dan Malaysia malah kagum dengan ide-ide yang aku usulkan bareng Nastiti. Cuman mungkin karena kurang beruntung saja jadi aku harus puas di posisi ketiga,” ungkapnya.

Sebagai mahasiswa Komunikasi UMM, Eka mengaku memiliki modal kepercayaan diri yang baik. “Mahasiswa Indonesia itu sebenarnya nggak kalah sama mahasiswa luar. Buktinya kita mahasiswa Komunikasi UMM bisa bersaing dan jadi yang terbaik di ICC 2024,” tambahnya bangga.

Salah satu project inovatif dan menjadi yang terbaik adalah AI as a Mental Health Assistant yang dikembangkan Ramadhani bersama timnya. Sebagai strategic planner, mahasiswa asal Balikpapan itu melihat permasalahan di mana banyak orang yang canggung ketika periksa atau bertemu langsung dengan psikolog. Project ini menyoroti potensi AI untuk mendukung kesehatan mental masyarakat.

“Banyak orang merasa malu kalau pergi ke psikolog karena takut dicap punya penyakit mental. Padahal kan nggak harus punya penyakit mental dulu. Nah, itu bisa dipermudah pakai AI,” jelas mahasiswa semester 3 itu.

“Kita kasih tahu itu ke orang-orang caranya bagaimana pakai AI dengan bantuan bootcamp yang kolaborasi sama beberapa pakar mental health, sama komunitas kesehatan mental,” tambahnya.

Banyak tantangan dilalui yang mengantarkannya menjadi first winner. Karena berlangsung online, Jaya mendapati banyak kendala seperti masalah sinyal dan miss komunikasi. Meski begitu dirinya tetap bangga, “Senang banget dan bangga karena ini event internasional. Bisa dapat relasi baru dari luar negeri,” ujarnya.

Berbeda dengan Ramdhani, Roro yang juga mahasiswa semester 3 Komunikasi UMM, bersama timnya mengangkat tema A Social Media Campaign to Explore How AI Can Assist Individuals in Discovering the Right Career Path.

Di tim, Roro bertugas menentukan objektif. Dirinya menjelaskan abstrak dari case dan metode yang dinamainya SMART (Specific, Measurable, Achievable, Relevant, Time-bound).

“Spesifik, Measurable itu terukurnya terus Achievable yang bisa dicapai itu apa, Relevancy sama terikat waktu. Jadi durasi kita melakukan campaign ini berapa hari, berapa bulan. Dan kelompokku melakukan campaign selama 8 bulan,” jelas mahasiswa asli Mojokerto itu.

Roro berharap prestasinya ini dapat menginspirasi mahasiswa lain untuk terus belajar di berbagai kesempatan. “Kompetisi ini bukan hanya soal menang, tetapi juga tentang proses pembelajaran dan memperluas wawasan,” ujarnya.

Salah satu dewan juri dari UMM, Novin Farid mengaku excited melihat semangat peserta walau diselenggarakan secara online. Ia berharap suatu saat dapat terselenggara secara luring. “Jauh lebih menarik offline ya, sehingga peserta punya kesempatan untuk saling silang berkunjung ke universitas yang menjadikan homebase,” tuturnya. (jan)

Shared: