Meningkatnya penikmat perfilman di Indonesia, Program Studi Ilmu Komunikasi UMM menggandeng Lembaga Sensor Film (LSF) dalam menguatkan literasi film. Seminar yang bertajuk “Sensor Film Di antara Kebebasan Berkreasi dan Menjaga Budaya Bangsa” menghadirkan narasumber Rommy Fibri Hardiyanto Ketua LSF dan Nasrullah dosen Komunikasi UMM melalui hybrid pada Jumat (9/5). Berdasarkan UU No. 33 tahun 2009 perihal perfilman Indonesia melahirkan LSF guna menyinkronkan prospek industri dengan budaya Indonesia.
Nasrullah mengungkapkan minat masyarakat Indonesia terhadap film yang semakin tinggi, menjadikan film pada tiga posisi strategis. Posisi tersebut yakni industri, komunikasi massa, dan kebudayaan. Pada industri perfilman menjadi bisnis yang menjanjikan dengan profit yang menguntungkan. Selain itu, film sebagai media komunikasi massa yang bergantung pada perkembangan teknologi informasi.
“Tidak heran jika film sebagai alat propaganda yang sangat efektif,” ungkapannya.
Film merupakan strategi budaya yang menentukan peradaban suatu negara. Sehingga, penayangan film sama pentingnya dengan membaca buku yang diibaratkan sebagai asupan gizi. Pentingnya memilah dan memilih asupan tontonan yang sesuai dengan usia, intelektual, serta mentalitas. Ditambah dengan perkembangan teknologi, film tidak sekadar tontonan melainkan bagian dari literasi pendidikan.
Disambung dengan penyampaian materi oleh Rommy Fibri Hardiyanto yang menjelaskan kerjasama dengan kampus sebagai langkah strategis untuk menumbuhkan kritis literasi perfilman. Baginya, LSF tidak dapat berjalan sendiri untuk menyensor berbagai film yang ada di Indonesia. “Harapan kami, adanya kerjasama ini untuk menciptakan ekosistem perfilman yang lebih baik,” ujarnya.
Masyarakat saat ini dibanjiri dengan film-film pada platform yang berbeda. Oleh karenanya, mulai tahun ini LSF tidak lagi memotong adegan pada film. Melainkan memasifkan gerakan Sensor Mandiri sesuai dengan batasan usia. Gerakan tersebut melibatkan masyarakat untuk cerdas dalam literasi film. Hal itu dilakukan dengan tujuan tidak mematahkan jalan cerita film dan menjaga nilai-nilai budaya Indonesia. (des, ros, ywr)