Menjadi Problem Solver melalui Produksi Film

Rabu, 06 Mei 2020 01:55 WIB

Polemik mengenai bioskop di Aceh tidak menurunkan semangat Jamaludin Phonna dan Yani untuk meyadarkan masyarakat perihal peranan film di masyarakat. Sharing session bersama alumni yang dipandu oleh Novin Farid Styo Wibowo dengan tema yang bertajuk Berani Bikin Film, Sabtu (6/5/2020). 

Pasca tsunami Aceh tahun 2004, minat masyarakat terhadap film semakin menurun. Namun tidak memadamkan Jamal beserta tim untuk melahirkan karya berupa film. Berawal dari sesama penonton film, terbentuklah Aceh Documentary & Aceh Film Festival. Adapun film dokumenter pertama yang diproduksi berjudul Popular Cahaya. 

Semenjak terbentuknya Aceh Documentary & Aceh Film Festival, mereka melakukan kampanye “Merebut Ruang Gelap” yang bertujuan untuk mengembalikan perspektif masyarakat Aceh terhadap bioskop. Kemudian membentuk Aceh Independen Cinema yang memutarkan berbagai film bioskop nasional yang kemudian terjadi penolakan oleh masyarakat.  Padahal misi yang dibawakan pegiat film maker itu untuk memberikan kontribusi berupa pajak daerah. Seiring berjalannya waktu, masyarakat Aceh mulai menerima kehadiran bioskop dan mendapat dukungan dari pemerintah setempat. 

Menurut Yani, seiring dengan perkembangan bioskop di daerah, banyaknya kelompok pemutaran film yang diinisiasi terutama mahasiswa yang berkegiatan di luar kampus. Pentingnya kehadiran film dan peranan kelompok pemutaran tersebut guna melihat skala statistik perkembangan daerah yang berdampak pada sosiologis di masyarakat. Salah satu peranan kelompok pemutaran yakni membangun ruang literasi alternatif. Berbagai dampak dirasakan salah satunya mengeksplorasi diri untuk menekuni satu bidang melalui film. Munculnya dampak tersebut dikarenakan adanya  gerakan dan konsistensi pegiat film maker  untuk memproduksi film. “Dari film kita bisa belajar hal-hal yang sebelumnya tidak kita ketahui,” pungkasnya. (des,ros,ywr)

Shared: