Kamis, 18 April 2019, Prodi Ilmu Komunikasi UMM mengadakan International Seminar bertajuk Post Terror Attack in New Zealand: Responses and Media Coverage on Muslim. Tema ini diangkat untuk melihat bagaimana respon dan sikap media dalam membingkai Islam di pemberitaannya pasca peristiwa teror New Zealand, Maret 2019 lalu. Seminar ini menghadirkan tiga perspektif menarik yang disampaikan oleh tiga pembicara yaitu Tobias Hoheneder, staf pengajar di Universitas Erlangen Numberg, Jerman, Budi Suprapto, staf pengajar di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Ilmu Komunikasi dan Mustafa Selcuk, kandidat Aristoteles University of Thessaloniki PhD.
Tobias menyoroti bahwa media Jerman cenderung membingkai Islam sebagai agama sarang teroris dengan banyak mengangkat perspektif penindasan perempuan, masalah integrasi, dan terkait dengan stigma, kecurigaan dan stereotip tertentu. Semakin menguatkan hal tersebut, ia juga menceritakan tentang bagaimana talkshow di media di Jerman hanya mengundang dosen dari kelompok radikal yang dikenal. Jerman sendiri diketahui merupakan salah satu negara yang memiliki populasi Muslim terbanyak di Uni Eropa. Meskipun demikian, pemerintah Jerman termasuk sangat ketat dalam mengawasi pertumbuhan dan pergerakan Islam yang dianggap radikal.
Perspektif menarik lainnya diutarakan oleh Budi Suprapto tentang bagaimana Media di Indonesia menyikapi peristiwa teror di New Zealand. Budi menyoroti bahwa nyatanya tidak banyak media di Indonesia yang menggunakan kata Muslim dalam pelaporan mereka. Bahkan, lanjutnya, presiden Indonesia tidak benar-benar menunjukkan keberadaannya dalam menyatakan sikap terhadap terorisme. Padahal Indonesia dikenal sebagai negara dengan mayoritas penduduk Muslim terbesar di dunia dan masyarakatnya yang cukup sensitif dengan isu agama.
Berbeda dengan yang didapati Mustafa, menurutnya setelah aksi penembakan di Selandia Baru, dunia Barat mulai mengubah perspektif mereka tentang Muslim dan mulai melihat sisi positif umat Islam. Berbagai media barat mulai merubah angle pemberitaan dan sepakat bahwa aksi yang terjadi tersebut merupakan sebuah teror. Meskipun belum secara keseluruhan, namun dapat dilihat bahwa perlahan media tidak lagi memframing Islam dan Muslim indentik dengan terorisme. (Arm)